Sekretaris Jenderal Peradi Bersatu, Ade Darmawan. (Foto: Dok. Pribadi)
JURNALOKA.COM – Langkah Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang menolak gugatan praperadilan dari Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKKI) terhadap Kejari Jakarta Selatan dan Kejati DKI Jakarta dalam kasus hukum Silfester Matutina diapresiasi.
Gugatan ARUKKI tersebut sebelumnya tercatat dalam perkara nomor 96/Pid.Pra/2025/PN.Jaksel dan diputus pada Jumat, 19 September 2025. Dalam amar putusannya, PN Jaksel menolak seluruh permohonan ARUKKI.
ARUKKI sebelumnya meminta hakim untuk menyatakan penghentian penuntutan terhadap Silfester oleh Kejari Jaksel tidak sah, memerintahkan eksekusi segera terhadap Silfester, dan membebankan biaya perkara kepada pihak Kejaksaan. Namun, seluruh permintaan itu ditolak.
“Putusan ini menunjukkan bahwa peradilan di negeri ini tidak bisa diintervensi siapa pun. Silfester Matutina seharusnya dibebaskan demi keadilan,” kata Sekretaris Jenderal Peradi Bersatu, Ade Darmawan dalam keterangannya, Minggu 28 September 2025.
Ade menjelaskan, berdasarkan Pasal 84 ayat (3) dan Pasal 85 KUHP, perkara yang sudah kadaluarsa tidak dapat dieksekusi.
“Kalau dipaksakan, justru melanggar aturan hukum,” ucapnya.
Ade juga menilai bahwa kasus hukum Silfester kental dengan nuansa kriminalisasi dan intimidasi.
Menurutnya, ucapan Silfester adalah bentuk respon terhadap pernyataan kontroversial mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang saat itu menyebut ketimpangan ekonomi antar umat beragama.
“Silfester hanya menyampaikan pendapat. Bahkan ia turun langsung mengamankan warga saat terjadi intimidasi terhadap pendukung Ahok di masa Pilkada DKI,” ujar Ade.
Ade meminta Kejaksaan untuk membatalkan eksekusi terhadap Silfester karena masa kedaluwarsa telah berlaku dan putusan bersifat non-eksekutorial.
“Silfester harus bebas demi keadilan hukum. Kasus ini bukan hanya soal hukum, tapi soal suara kebenaran yang coba dibungkam,” pungkasnya.|©️RMOL.ID