JAKARTA, Jurnaloka.com – Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) periode 2011-2016, Nurhadi, mengajukan permohonan pemindahan lokasi tahanan. Nurhadi meminta agar dapat dipindahkan ke Rumah Tahanan (Rutan) yang berlokasi di Kepolisian Resor (Polres) Jakarta Pusat. Pasalnya, saat ini ia menjalani penahanan di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kuningan.
Penasihat hukum Nurhadi, Maqdir Ismail, menjelaskan bahwa permohonan tersebut diajukan seiring kewajiban kliennya untuk rutin berkonsultasi mengenai penyakitnya. Konsultasi kesehatan tersebut harus dilakukan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat.
“Mengingat usia yang juga sudah tidak lagi muda, maka terdakwa perlu kemudahan akses untuk ke rumah sakit,” kata Maqdir dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa.
Permintaan Pindah Tahanan Belum Diputuskan Hakim
Atas permohonan pemindahan tahanan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat belum bisa mengambil keputusan. Majelis Hakim masih harus menunggu tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK. KPK akan menyampaikan keterangan tertulis mereka pada Jumat (28/11) dalam sidang penyampaian nota keberatan atau eksepsi.
Adapun Nurhadi kini kembali terseret menjadi terdakwa. Ia didakwa dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi di lingkungan MA pada periode 2013-2019 dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada periode 2012-2018.
Nurhadi Didakwa Terima Gratifikasi dan Lakukan TPPU Ratusan Miliar
Dalam kasus ini, Nurhadi didakwa menerima gratifikasi senilai Rp137,16 miliar dari para pihak yang berperkara di lingkungan pengadilan. Gratifikasi itu ia terima, baik saat menjabat maupun setelah selesai menjabat sebagai Sekretaris MA.
Selain menerima gratifikasi, ia juga diduga melakukan TPPU dengan total senilai Rp308,1 miliar, yang meliputi Rp307,26 miliar dan 50 ribu dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp835 juta (kurs Rp16.700 per dolar AS).
Nurhadi melakukan pencucian uang dengan menempatkan dana di rekening atas nama orang lain, membelanjakan atau membayarkan untuk pembelian tanah dan bangunan, serta membelanjakan kendaraan.
Atas perbuatannya, Nurhadi terancam pidana yang diatur dalam Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya pada 10 Maret 2021, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Nurhadi dengan 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 3 bulan. Majelis hakim menilai bahwa Nurhadi terbukti menerima suap sejumlah Rp35,73 miliar serta gratifikasi dari sejumlah pihak sebesar Rp13,79 miliar.
KPK kemudian mengeksekusi Nurhadi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, pada 7 Januari 2022. Setelah itu, lembaga antirasuah menahan kembali Nurhadi usai yang bersangkutan bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin. Penahanan kembali tersebut dilakukan KPK pada 29 Juni 2025.
#Nurhadi #SekretarisMA #Gratifikasi #TPPU #Korupsi #RSPAD #KPK #PengadilanTipikor








