JAKARTA, Jurnaloka.com – Keputusan pemerintahan Prabowo Subianto yang tidak akan mengambil alih atau menalangi utang proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (Whoosh), warisan era Joko Widodo, dinilai sebagai langkah yang tepat dan patut diapresiasi.
Koordinator Simpul Aktivis Angkatan 98 (Siaga 98), Hasanuddin, menyampaikan bahwa keputusan Menteri Keuangan Purbaya untuk menolak menalangi utang Whoosh adalah langkah yang benar.
“Sikap pemerintah tersebut menunjukkan ketegasan negara dalam menempatkan proyek infrastruktur strategis sebagai urusan business-to-business (B to B), sehingga tidak menjadi beban fiskal pemerintah atau risiko negara,” ujar Hasanuddin kepada RMOL, Minggu (12/10/2025).
Menurutnya, proyek tersebut sepenuhnya adalah tanggung jawab korporasi BUMN terkait. Hal ini sekaligus menjadi ujian bagi tata kelola profesional dan kemandirian finansial entitas usaha milik negara.
Hasanuddin menekankan bahwa reformasi dan penguatan peran BUMN hanya akan berhasil jika semangat dasarnya adalah “BUMN menopang negara, bukan negara menopang BUMN.”
Oleh karena itu, BUMN harus bertransformasi menjadi sumber kemandirian ekonomi nasional, bukan sebatas alat kepentingan politik atau proyek penyelamatan korporasi serta bisnis pejabatnya.
“Dengan tata kelola yang bersih, profesional, dan berorientasi pada kepentingan publik, BUMN akan menjadi instrumen strategis menuju Indonesia yang berdaulat secara ekonomi dan mandiri secara finansial,” tegasnya.
Hasanuddin juga mendorong agar penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terlibat aktif dalam masa transisi ini. Keterlibatan ini penting, baik untuk pencegahan maupun penindakan terhadap upaya mencari untung dari BUMN atau tindakan curang yang menyebabkan BUMN merugi.
“KPK dapat turun secara aktif, diminta ataupun tidak, karena merupakan yurisdiksinya. Apalagi Presiden Prabowo Subianto telah menyampaikan sikapnya agar BUMN diawasi,” pungkas Hasanuddin.[Jurn/EKO]








