Jakarta, Jurnaloka.com – Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri mengumumkan pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat (Kalbar). Saat ini, penyidik tengah mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan para pihak terkait.
Kepala Kortastipidkor Polri, Irjen Pol. Cahyono Wibowo, menyatakan pihaknya akan segera mengumumkan penetapan tersangka baru dan penerapan pasal TPPU dalam kasus ini.
“Kami nanti ada akan rilis kembali terkait pihak yang akan kami tetapkan (tersangka), kemudian dengan dilapisi pasal TPPU-nya,” kata Irjen Cahyono di Jakarta, Senin.
Penelusuran Aset Puluhan Miliar
Cahyono Wibowo menjelaskan, penyidik tengah menelusuri aset dan aliran dana para pihak yang diduga terlibat. Jumlah aset yang berhasil dilacak diperkirakan mencapai puluhan miliar rupiah.
“Dari hasil penelusuran kami, ada beberapa pihak yang sudah ada penerimaan aliran dana. Untuk mendalami dan menyempurnakan itu, kami perlu juga beberapa bukti,” tambahnya.
Proyek PLTU 1 Kalbar, yang seharusnya dilaksanakan oleh KSO PT BRN, dialihkan pengerjaannya kepada PT Praba Indopersada (PI). Pengalihan ini, menurut Cahyono, memicu sejumlah permasalahan, termasuk pengiriman alat yang under specification (tidak sesuai spesifikasi), sehingga mengakibatkan proyek tersebut mangkrak.
Empat Tersangka Ditetapkan Sejak Awal
Direktur Penindakan Kortastipidkor Polri, Brigjen Pol. Totok Suharyanto, memaparkan bahwa penyidik telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi ini, yakni:
1. FM (Mantan Direktur perusahaan listrik milik negara)
2. HK (Presiden Direktur PT BRN)
3. RR (Direktur Utama PT BRN)
4. HYL (Direktur Utama PT Praba Indopersada)
Kasus ini berawal dari lelang pembangunan PLTU 1 Kalbar pada tahun 2008. Diduga terjadi pemufakatan untuk memenangkan KSO BRN-Alton-OJSC meskipun tidak memenuhi syarat. Kemudian, pada tahun 2009, KSO BRN mengalihkan seluruh pekerjaan kepada PT Praba Indopersada, padahal PT Praba diketahui tidak memiliki kapasitas untuk mengerjakan proyek PLTU.
Proyek Mangkrak, Kerugian Negara Mencapai Rp323 Miliar
Kontrak pembangunan PLTU senilai 80,84 juta dolar AS dan Rp507,4 miliar seharusnya selesai pada 28 Februari 2012. Namun, hingga amandemen kontrak ke-10 yang berakhir pada 31 Desember 2018, pekerjaan hanya mencapai 85,56 persen dan telah terhenti sejak tahun 2016.
Akibat kondisi ini, perusahaan listrik milik negara telah membayar kepada KSO BRN sebesar Rp323 miliar dan 62,4 juta dolar AS. Jumlah pembayaran inilah yang ditetapkan sebagai nilai kerugian keuangan negara dalam kasus ini.
Penyidikan TPPU diharapkan dapat mengungkap lebih jauh aset dan aliran dana haram dari korupsi proyek pembangunan infrastruktur vital ini.