Salah satu pendiri Sekretariat Wartawan Indonesia (SWI) Maryoko Aiko dalam Munas Bogor/Foto: Agus OKK/JURNALOKA
JURNALOKA.COM – Pernyataan Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutia Hafidz yang mengarahkan narasi “wajib” bagi Pemerintah Daerah (Pemda) untuk bekerja sama dan mendukung Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menuai kritik keras dari kalangan pers lainnya.
Pendiri Sekretariat Wartawan Indonesia (SWI), Maryoko Aiko, bahkan menyebut tindakan Menteri Komdigi Meutia Hafidz sebagai pernyataan “ugal-ugalan” dan mendesak agar pernyataan tersebut segera diralat karena berpotensi melanggar sejumlah peraturan dan prinsip hukum di Indonesia.
Menurut Maryoko Aiko, persoalan utama bukanlah pada kerja sama dengan PWI sebagai organisasi pers yang sah, melainkan pada sifat pemaksaan dan diskriminasi terhadap organisasi wartawan dan perusahaan pers lainnya.
“Tidak ada yang salah soal kerjasama dengan Organisasi Wartawan. Tetapi sebagai pejabat publik apalagi Menteri Komdigi, dia wajib tahu bahwa konstituen Dewan Pers atau rumah para wartawan dan jurnalis itu tidak hanya PWI. Bahkan di luar Konstituen Dewan Pers sangat banyak asosiasi waryawan yang mandiri,” tegas Maryoko Aiko.
Potensi Pelanggaran Hukum Menurut SWI
Maryoko Aiko menjabarkan sejumlah potensi pelanggaran hukum utama yang timbul dari pengarahan untuk mewajibkan kerja sama hanya dengan PWI, yakni:
1. Pelanggaran Prinsip Kemerdekaan Pers (UU Pers No. 40 Tahun 1999)
Pengarahan tersebut dinilai bertentangan dengan prinsip dasar kemerdekaan pers:
• Prinsip Nondiskriminasi: Dalam kemitraan untuk diseminasi informasi publik, semua perusahaan pers memiliki kedudukan setara dan harus diperlakukan adil. Mewajibkan kerja sama hanya dengan satu organisasi merupakan tindakan diskriminatif yang membatasi hak perusahaan pers lain.
• Kebebasan Pers: Pembatasan kemitraan hanya pada satu organisasi dikhawatirkan dapat menciptakan ketergantungan dan kontrol terselubung, yang berpotensi mencederai independensi pers.
2. Pelanggaran Prinsip Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
Kerja sama media sering kali melibatkan penggunaan anggaran negara dan dikategorikan sebagai pengadaan barang/jasa, yang diatur oleh Peraturan Presiden (Perpres) terkait:
• Prinsip Persaingan Usaha: Pengadaan wajib dilakukan secara terbuka dan bersaing. Arah pemaksaan ini berisiko melahirkan praktik monopoli atau penunjukan langsung yang tidak sah.
• Penyalahgunaan Wewenang dan Potensi Tipikor: Jika pengarahan tersebut tidak berdasar pada ketentuan pengadaan dan mengarah pada penunjukan langsung yang tidak wajar, tindakan ini dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang, yang berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), khususnya Pasal 3, karena berpotensi merugikan keuangan negara.
3. Pelanggaran Prinsip Tata Kelola Pemerintahan yang Baik
Maryoko Aiko menambahkan, tindakan pejabat yang mewajibkan kerja sama hanya dengan satu pihak melanggar prinsip-prinsip umum tata kelola pemerintahan yang baik:
• Asas Kepastian Hukum: Tidak adanya dasar hukum yang secara eksplisit memberikan wewenang untuk memonopoli kerja sama publikasi oleh satu organisasi profesi.
• Asas Profesionalitas dan Proporsionalitas: Kerja sama seharusnya didasarkan pada kualitas media dan kebutuhan diseminasi informasi, bukan hanya karena keanggotaan dalam organisasi tertentu.
“Secara ringkas begini. Menteri Komdigi tidak memiliki dasar hukum untuk mewajibkan seluruh lembaga pemerintah pusat maupun daerah hanya bekerja sama dengan PWI,” tutup Maryoko Aiko. “Kewajiban semacam itu melanggar prinsip UU Pers dan berisiko melanggar UU Tipikor jika pelaksanaannya tidak sesuai dengan prosedur pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Semoga dia meralat ucapannya.” tutup Maryoko Aiko.